“kalau seandainya aku menghilang ?” gadis itu masih memandang lurus ke depan seolah pertanyaan yang di lontarkan barusan hanyalah pertanyaan retoris biasa. Sulur rambutnya berterbangan mengikuti arah angin yang berhembus lembut di rooftop SMA Permata Harapan, temoat dimana ia berpijak saat ini.
Lelaki bertubuh tinggi satunya lagi mengernyitkan kening sesaat, kemudian mengeluarkan tawa jaim. “kamu?! Pergi?! Bhak,.. Imposible banget.” Tegasnya sambil membalikan badan dan memandang lapangan basket.
“kenapa ?” gadis yang bertanya tadi ikutan berbalik. Kini mereka sama – sama mengahadap ke barat, melihat seberkas cahaya jingga di langit sana.
Lelaki itu tertawa mengejek. “alasannya simple. Kamu gak bisa hidup tanpa aku.”
“ckckckckkck, PD banget jadi cowok.” Timpal gadis itu sambil menyentuh jemari lelaki itu dan mengenggamnya erat – erat.
“jujur aja lagi. Jangan malu, mulut boleh bohong. Hati kamu, gak boleh bohong.” Balas lelaki itu dengan senyum kecil sambil menatap gadis jelita di depannya.
“okey, aku gak sanggup hidup tanpa kamu. Cowok bijak yang selalu nasehatin aku.”ucap gadis itu dan berlari meninggalkan lelaki itu.
“STELLA” teriak lelaki itu dari sebelah barat lapangan melihat punggung gadis manis itu meninggalkannya.
Setelah berlari, sontak suara Stella berteriak pun terdengar. “tolong,.. tolong”. “suara Stella kok kayak lagi sengsara gitu ?” batin William bergejolak sambil mencari sumber suara.
“Stella,.. ehh kamu,.. lepasin Stella atau” gertak William pada Dirga yang sedang mendekap Stella dari belakang dan langsung menarik Stella dari dekaan itu.
“kamu siapa sih ? gangguin aja” seru Dirga dengan mimik geram
“justru kamu yang siapa ? gangguin sahabat gue” balas William dengan emosi.
“udah Will,.. kita cabut aja yah. Ntar kamu tambah emosi. Makasih udah nolongin aku” lanjut Stella menetralkan suasana.
William memang anak yang dekat dengan Stella sejak kelas 1 SMA. Oleh sebab itu, sudah menjadi hal yang lumrah jika mereka saling menjaga satu sama lain. Apapun yang di katakan Stella akan di turuti oleh William. Itu juga salah satu penyebab mengapa permasalahan itu harus berakhir dengan cepat hanya dalam beberapa kata dari Stella.
“syukur aja ada kamu. Kalau gak tuh orang udah jadi apa yah ?” Jelas William pada Stella
“udahlah,.. Will itu udah berlalu. Mendingan kita pulang aja yuk. Ada sesuatu yang mau aku omongin dan ini tentang perasaan. Dan yang terakhir. Tolong kamu diam, jangan memikirkan masalah tadi” tukas Stella dan langsung di iyahi oleh William.
Saat perjalanan pulang, William seperti gelisah menunggu Stella memberitahukan suatu hal yang ingin Stella katakan. Namun, Stella hanya berdiam diri sampai di depan pintu rumahnya.
“kamu kok gak kasih tahu apa yang mau kamu kasih tahu sih ?” tutur William
Stella hanya berdiam diri dan semakin membuat William penasaran. William hanya mengangguk dan membiar Stella masuk ke rumahnya.
Pagi yang cerah, sinar matahari sukses membangunkan Stella di pagi hari yang cerah. Entah suntikan apa yang telah membangkitkan semangat Stella . Stella sersiap – siap sampai melupakan sarapan dan langsung ke sekolah untuk menjadi orang pertama di kelas.
“hai Stel.. Tumben dateng pagi” sapa Visca pada Stella dengan wajah bingung dan seperti tak percaya akan yang ia lihat.
“gak,.. kenapa nanya ? sirik ada saingan yang rajin ? takut aku rebut Visco kali yah ?” balas Stella dan di akhiri dengan tertawa mengejek.
“aku kan Tanya baik – baik” jelas Visca
“aku juga jawab baik – baik kok” lanjut Stella yang membuat Visca keluar dengan raut muka masam.
Stella masih tertawa melihat teman kelasnya Visca yang telah ia kerjain di pagi hari. Stella memang anak yang usil. Kerjaannya cuman ngerjain orang aja. Saat sedang tertawa ria, Stella kaget dengan keberadaan William di belakangnya. William hanya melihatnya dengan senyum kecil. Sementara Stella yang baru sadar akan hal itu, malah melihat William dengan tatapan sinis. William tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, mengapa Stella yang periang menjadi seseorang yang berbeda. Padahal, seluruh perkataan Stella selalu William ikuti.
“Stella, kenapa yah padahal dia sering nyapa aku duluan” kata William dalam hati. William bertanya – Tanya hendak, apa salahnya. Saat istirahat tiba, William mencoba mendekati Stella. Namun, Stella seperti meminta suatu penjelasan. Entah penjelasan untuk apa itu. sebab, William pun masih belum paham.
Stella melihat William dari kejauhan dengan tatapan penuh harapan. Berharap, persahabatan mereka dalam 2 tahun terakhir telah membangun hubungan telepati. Sementara Visco melihat Stella dari kejauhan dan seperti telah membaca pikiran Stella. Visco menjelaskan padanya “ Stel,.. cowok itu bukannya gak peka atau gak punya perasaan. Mereka punya kok perasaan. Tapi, mereka itu memiliki persoalan hidup mereka sendiri. kalau sendainya, kamu menaruh hati pada seseorang. Jangan membuat kode yang sulit di tebak. Ia akan memilih memikirkan persoalan hidupnya.” Secara spontan, Stella menatap Visco lekat – lekat sambil berkata dalam hati “kok dia bisa tau sih apa yang aku pikirin dan harapin ?”. namun, Visco langsung mengakhiri tatapan itu. mengingat Visca yang sudah menjadi miliknya sekarang dan meninggalkan Stella.
Sejak saat itu, Stella jarang berbicara dengan wiliam. Mungking, Stella masih bingung. Mengapa William tidak peka dengan dirinya. Padahal, dia sudah memberikan kode bahwa ingin mengutarkan perasaannya. Seharusnya, William mengerti.
“William, kenapa sih kamu gak peka kayak pacarnya Visca ?. aku udah nunggu lama banget.” Batin Stella bergejolak.
William hanya dapat menatapnya dari jauh dan mencari tahu penyebab Stella tidak berbicara dengannya. “apa sih yang mau dia bicarain sama aku ? gak jelas banget.”
“William,.. kamu itu kenapa sih ?” kata Stella yang tak sadar kalau William sedang menatapnya.
“maksud kamu apa Stel ?” Tanya William lembut.
“William, kamu ngapain di sini ?” Tanya Stella kaget sambil menatap William dalam – dalam. Pikiran Stella melayang – layang. Entah terbang kemana ? apakah kearah langit jingga atau lautan biru yang dalam.
“justru kamu kok tadi” saat William berbicara namun di potong oleh Stella “ cukup. Aku tau.. seharusnya, kamu tidak perlu tau”. “kamu bahas apa stella ?” lanjut William sambil memegang tangan Stella
“gak William, kamu gak harus tau” jawab Stella
“aku gak bakal diam, kalau kamu gak jujur sama aku. Apa yang kamu sembunyikan ? kamu ingin bicara apa sama aku ?” suara wiliam membesar dan membuat Stella kaget dan menangis.
“William, kamu kok bicaranya jadi kasar gitu ? Stella kan jadi takut” kata stella dengan air mata membasahi pipinya.
“Stella,… I’m so sorry” kata William menyesal telah berbicara dengan nada tinggi padanya.
“enggak,.. William jahat sama aku. Pantesan aja, William gak ngerti – ngerti setiap kode yang aku kasih. Kamu gak ngertiin perasaanku. Kamu jahat” kata Stella sambil menangis dan memukul William dengan kekuatan yang masih tersisa.
“Stella,.. denger dulu dong. Tenang,. Aku minta maaf,.. aku” kata William dan tiba – tiba terdiam.
Hiks !!!
Hiks !!!!
Suara Stella masih terdengar menangis. William yang melihat pun semakin merasa bersalah. Bersalah karena telah melukai Sahabatnya hanya dalam sekejap.
“apa yang sudah aku lakukan ?” kata William berbicara pada diri sendiri. sontak, William langsung jatuh ke lantai seperti di dorong seseorang. William menatap tangannya degan penuh penyesalan.
Sementara Stella masih menangis dan menundukan kepala. William berdiri dan memeluk Stella.
“Stella, aku minta maaf. Aku gak sengaja berbicara seperti itu padamu. Aku tidak bermaksud melukaimu. Mengapa akhir – akhir ini kamu menjauh dariku. Padahal, aku sudah sangat ingin bersamamu.” Jelas William dengan penuh penyesalan,
“William jahat” kata Stella yang masih menitihkan air mata.
“Stel,. Aku gak tau apa yang kamu mau. Tapi, aku bisa menjadi yang kamu inginkan. Aku bisa menjaga kamu. Sekarang, aku malah melukaimu. Padahal sedari dulu aku selalu ingin menjagamu dari mereka yang bisa saja melukaimu” jelas lebih intensif.
William berdiri berhadapan dengan Stella dan mengenggam tangannya erat – erat. “ Stella, aku ingin sekali kamu dan aku menatap langit yang sama dan terbang bersama ke dalam sebuah senandung indah tentang kita” Lanjut William yang sukses membuat Stella kebingunggan. William menghapus air mata yang telah membasahi pipi stella dan nematapnya lekat – lekat. “maksud kamu apa ?” Tanya Stella.
“Stella, Entah dari mana Bidadari tersesat di hatiku sejak lama. Namun, kamulah sahabatku. Aku selalu berpikir kamu pasti tidak ingin menjadi teman hidupku. Karena kita bersahabat sejak lama. Jika bagimu kata – kata ini adalah hal biasa, namun inilah kata – kata yang terukir selama ini di dalam hatiku saat aku melihatmu. Masih perlukah kamu bertanya ? atau Haruskan aku menjelaskan semuanya ? kurasa tidak . aku selama ini berusaha focus agar dapat meraihmu, aku ingin menghentikan waktu agar kamu dapat tenggelam dalam dekapanku selamanya. Dari saat ini hingga selama – lamanya” tukas William pada Stella.
“maksud kamu ? aku masih tetap tidak mengerti ?” Tanya Stella
“Stella Pradwi Ningsih,… kamu maukan menjadi seseorang yang lebih dari sahabat untukku ?” Tanya William dengan lembut.
Stella langsung memeluknya dengan erat.
Sekilas, Sahabat menjadi cinta itu biasa oleh orang – orang di luar sana yanag tidak mengerti tentang cinta. Namun, mereka tidak mengerti bahwa cinta yang berasal dari sebuah persahabatan dapat mengahsilkan cinta yang tulus karena saling mengenal satu sama lain dan orang di luar sana juga tidak tahu kalau sebenarnya, walaupun bersahabat dan ingin menjadi seseorang yang lebih itu juag membutuhkan sebuah perjuangan dan penantian yang panjang.
_TAMAT_